Stanley

Bapak yang satu ini saya antara kenal dan tidak kenal.

Saat kuliah S1, teman sekos saya adalah adik kelas Stanley, bahkan sempat diajar olehnya sebagai asisten dosen. Ditambah dua orang teman sefakultas saya juga bergabung di sebuah organisasi yang sama dengan Stanley. Jadi saya pernah mendengar sekilas tentang Stanley.

Saya bergabung dengan Rumah Kedua setahun setelah Stanley, jadi sampai sekarang terhitung telah belasan tahun saya mengenalnya. Tetapi kami nyaris tidak pernah berinteraksi dalam pekerjaan, kecuali beberapa bulan di tahun 1999 saat kami berada dalam tim yang sama yang bertanggung jawab untuk implementasi ERP software pertama Rumah Kedua, dan kemudian kami bergabung di Business Unit yang sama pula. Itu pun kami berbeda bidang: saya Manufacturing dan Stanley Finance.

Sampai hampir dua tahun yang lalu saat Stanley meminta saya menjabat sebagai Head of IT Division. Sejak itu Stanley menjadi atasan saya dan saya mulai benar-benar mengenal dia.

Satu kejadian menyangkut Stanley yang saya pilih sebagai picture memory saya adalah saat papa salah seorang tim saya, Airin, meninggal dunia. Saya sedang di luar kota sehingga tidak bisa hadir melayat. Saya memberitahu Stanley tentang ini dan iseng menambahkan alamat rumah dukanya serta petunjuk menuju ke sana. Tidak ada kabar darinya. Tapi saya toh juga memang tidak berharap banyak. Beberapa hari kemudian saat saya bertemu Airin, dia dan sekitar dua orang lainnya bercerita heboh tentang bagaimana Airin kaget saat melihat Pak Stanley datang ke rumah duka. (Hebohnya sih sebenarnya tidak istimewa karena tim Airin ini memang selalu heboh. :D) “Ibu yang suruh Pak Stanley datang ya?” tanya mereka. “Ha? Engga… masak saya nyuruh-nyuruh Pak Stanley.” ucap saya. What a pleasant surprise! Yang membuat saya senang adalah karena yang merasa diperhatikan oleh sang bapak direktur bukan hanya Airin, tapi juga teman-teman lain yang mendengar ceritanya. Mirip dengan kisah saya tentang Mbak Sat, kejadian ini juga membuat saya merasa menjadi ‘penyalur’ kebaikan. Ikut terharu. Padahal saya tidak berbuat banyak juga selain sekedar mengirim sepotong chat message. Another melting moment which I’d keep in memory ‘cause it warms my heart. Perhatian Stanley untuk rekan dan bawahan di Rumah Kedua memang patut diacungi jempol. Dia hampir selalu menghadiri setiap undangan pernikahan yang diterimanya. Bahkan mungkin yang paling rajin di antara jajaran senior management.

Yang lucu, sejak saya menjadi bawahan Stanley selama hampir dua tahun terakhir ini, lebih sering saya yang menyampaikan kritik dan masukan ke Stanley daripada sebaliknya. Kadang saya menyampaikan dengan langsung berterus-terang. Kadang melalui candaan bersama teman-teman yang lain. Tentu kami ‘berani’ demikian tak lepas dari sikap Stanley yang terbuka, tidak terlalu serius dan tidak menempatkan dirinya jauh di atas orang lain. Menariknya masukan yang disampaikan serius ataupun bercanda, sama-sama didengarkan oleh Stanley dengan perhatian penuh, tanpa sama sekali terkesan bersikap defensif. Salut.

Terus terang meski dia telah jadi atasan saya selama hampir dua tahun ini, ditambah dulu kami pernah beberapa bulan berada di tim yang sama, saya tidak selalu yakin saya paham cara Stanley berpikir dan mengambil keputusan. Namun satu hal yang saya tidak pernah ragu dari dulu sampai sekarang: Stanley seorang yang sangat caring, baik pada keluarga maupun teman-temannya. Kalau ada seseorang di Rumah Kedua yang paling tidak layak menjomblo, dia adalah Stanley. B-)

(PS: Warning: Stanley juga lah yang paling usil di antara jajaran HOD/direktur Rumah Kedua. Di balik wajah innocent itu… :p)

2 thoughts on “Stanley

  1. Irene (Airin)

    Tuh kan! Ternyata ibu turut andil dalam munculnya pak stan di rumah duka ketika papaku meninggal! Hahahahahahaha. Anyway, thx for both of u. It was really a pleasant rare moment, in a very sad time. Thank you!

    Liked by 1 person

    Reply

Leave a comment